Selasa, 03 Juni 2008

asuhan keperawatan Tinnitus

TINNITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul.(Putri Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam Indonesia)
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging . Indopos Online)

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa penyebabnya anatara lain:
a) Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa berdenging akan hilang
b) Infeksi telinga tengah dan telinga dalam
c) Gangguan darah
d) Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf pendengaran
e) Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput meningkat, menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus
f) Keracunan obat
g) Penggunaan obat golongan aspirin ,dsb.


3. PATOFISIOLOGI
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
-Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
-Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging

Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.


4. GEJALA
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.

5. DIAGNOSIS
Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga, sehingga untuk memberikan pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan penyebab, dan biasanya memanng cukup sulit untuk di ketahui.
Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat terjadinya kebisingan, perlu pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone audiometry). Pada pemeriksaan nada murni gamabaran khas berupa takik (notch) pada frekuensi 4kHz. Anamnesis merupakan hal utama dan terpenting dalam menegakkan diagnosa tinnitus. Hal yang perlu di gali adalah seperti kualitas dan kauantitas tinnitus, apakah ada gejala lain yangmenyertai, seperti vertigo, gangguan pendengaran, atau gejala neurologik. Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin di lakukan, dan juga pemeriksaan penala, audiometri nada murni, audiometri tutur, dan bila perlu lakkukan ENG.

6. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut:
û Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering mendengarkan suara bising(misalnya diskotik, konser musik, walkman, loudspeaker, telpon genggam)
û Batasi pemakaian walkman, jangan mendengar dengan volume amat maksimal
û Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising.
û Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam
û Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf untuk melakukan perbaikan, seperti ginkogiloba, vit A dan E
û Lain-lain

7. PENGOBATAN
Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :1. Elektrofisiologik, yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinnitus masker.2. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidakmembahayakan dan bisa disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang harus didengarnya setiap saat.3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilizer, antidepresan sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun, sedapat mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan denging yang diderita benar-benar parah.(http://www.radarlampung.co.id/edisi_minggu/keluarga/denging,_efek_listrik_tubuh.radar)
Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu memenuhi kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani, juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi, sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut, karena penggunaan obat penenang juga tidak terlalu baik dan hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Aktivitas
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Mudah lelah
b) Sirkulasi
- Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)
c) Nutrisi
- Mual
d) Sistem pendengaran
- Adanya suara abnormal(dengung)
e) Pola istirahat
- Gangguan tidur/ Kesulitan tidur
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
Tujuan/kriteria hasil:
- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya
- Berikan penyuluhan tentang tinnitus
- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan
- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress

b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran
Tujuan /kriteria hasil:
- Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi

Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut

c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi
Tujuan/kriteria hasil:
- Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi:
- Kaji kesulitan mendengar
- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien
- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal
- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia




- Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku kedokteran. EGC.1999.
- dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging . (Indopos Online)
- Putri Amalia.Dalam artikel kesehatan.Tinnitus.FK. Universitas Islam Indonesia
- www.suarasurabaya.net/v05/konsultasikesehatan/?p=126- www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/09/cakrawala/lainnya04.htm- www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/031/kes3.html- www.solusisehat.net/tips_kesehatan.php?id=496- www.radarlampung.co.id/edisi_minggu/keluarga/denging,_efek_listrik_tubuh.radar
- http://jurnalnasional.com/?med=about%20us








Kamis, 22 Mei 2008

askep hemofilia

HEMOFILIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

a. Definisi
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologik faktor VIII dan (antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal.(www.info-sehat.com)
Mekanisme pembekuan pada penderita hemofili mengalami gangguan, dimana dalam mekanisme tersebut terdapat faktor pembekuan yang di beri nama dengan angka romawi, I – XIII. Dapat dilihat pada tabel di bawah:


faktor koagulasi sinonim
I fibrinogen
II protombin
III bahan prokoagulasi jaringan
IV ion kalsium
V akselerator globulin
VI tidak dinamai
VII akselerator konversi protrombin serum
VIII globulin/faktor anti hemolitik
IX komponen tromboplastin plasma; faktor cristmas
X faktor stuart-power
XI antesenden tromboplastin plasma
XII faktor hegeman
XIII faktor stabilisasi fibrin
XIV protein C

Patofisiologi Sodeman hal 377.

b. Etiologi
Ø Herediter
Ø Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (AHG)
Ø Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent)
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:
1. Hemofilia A
Hemofilia disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan VIII, biasanya jug disebut dengan hemofilia klasik. Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a) Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
b) Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
c) Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
2. Hemofilia B
Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX . dapat muncul dengan bentuk yang sama dengan tipe A.
Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun yang membedakan tipe A / B adalah dari pengukuran waktu tromboplastin partial deferensial. Dapat dilihat dalam tabel:
PTT diferensial:

Cacat PTT PT Reagen AHF Reagen PTC
Hemofili A Panjang Normal Perbaikan Total Tidak ada perbaikan
Hemofili B Panjang Normal Tidak ada perbaikan perbaikan total

Patofisiologi Sodeman. Hal 402


c. Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) ---- darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil ---- Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh----Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna ---- darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh ---- perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

d. Manifestasi Klinis
Ø Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan
Ø Hematom pada jaringan lunak
Ø Hemartrosis dan kontraktur sendi
Ø Hematuria
Ø Perdarahan serebral
Ø Kematian
e. Diagnosa

Jika seorang bayi / anak laki-laki mengalami perdarahan yang tidak biasa, maka diduga dia menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya perlambatan dalam proses pembekuan. Jika terjadi perlambatan, maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis dan beratnya, dilakukan pemeriksan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.
f. Pemeriksaan Khusus
Ø Riwayat keluarga dan riwayat perdarahan setelah trauma ringan
Ø Kadar faktor VIII dan faktor IX
Ø PTT diferensial

g. Penatalaksaan
¤ Tranfusi untuk perdarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX, tranfusi di lakukan dengan teknik virisidal yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru tatalaksana hemofilia yaitu FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular virus.
¤ Aspirasi hemartosis dan hindari imobilitas sendi
¤ Konsultasi genetik



II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
¤ Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen

¤ Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral
¤ Eliminasi
Gejala :Hematuria
¤ Integritas ego
Gejala :Persaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda :Depresi, menarik diri, ansietas, marah
¤ Nutrisi
Gajala :Anoreksia, penurunan berat badan
¤ Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda :Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
¤ Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom

b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
Tujuan/Kriteria hasil:
Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian kapiler baik, perdarahan dapat teratasi

Intervensi:
i. Kaji penyebab perdarahan
ii. Kaji warna kulit, hematom, sianosis
iii. Kolaborasi dalam pemberian IVFD adekuat
iv. Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan
Tujuan/Kriteria hasil:
Menunjukan perbaikan keseimbangan caira
Intervensi:
i. Awasi TTV
ii. Awasi haluaran dan pemasukan
iii. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
iv. Kolaborasi dalam pemberian cairan adekuat
3. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia
Tujuan/Kriteria hasil:
Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi
Intervensi:
i. Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat tidur
ii. Hindarkan dari cedera, ringan – berat
iii. Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
iv. Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi injuri
v. Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera.





DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta
www.id.wikipedia.org
www.medicastore.com
www.indonesian hemophilia society.com
www.info-sehat_com.htm